cerpen petuah pada korupsi karya justang
Hari ini, kami mau posting cerpen lagi yang berjudul "Petuah pada Korupsi". Sebuah cerpen karya Justang.

Cerpen yang berkisah mengenai seorang pemuda yang bimbang, harus memilih uang hasil korupsi untuk biaya operasi ibunya atau tidak memilihnya tapo operasi ibunya tak dilakukan. Bagaimana kisahnya? Ayo lansung simak cerpen berjudul "Petuah pada Korupsi" di bawah ini:

Pengarang: Justang
Judul: Petuah pada Korupsi


Berasa jemu mendesak benak ketika penat harus terus menatap siaran berita yang berisi itu-itu saja. Korupsi. Puluhan pejabat yang mengaku dirinya agung pada tahta mereka tak pernah jera sekalipun untuk terus menikmati uang suapan. Uang para rakyat yang telah menanggung derita petingginya.

Ibuku sudah merasa geram dengan perlakuan mereka. Mau dibawa kemana negeri ini jika di dalamnya hanya menampung orang-orang yang tak tahu malu mencuri uang rakyat? Korupsi seakan telah menjadi budaya nasional yang tak pernah jemu merasuki negeri ini.

Bahkan hingga sekarang ketika ibuku sudah terambang sakit, merintih dan tak berdaya di atas ranjang biru rumah sakit terus memohon padaku tak mengikuti jejak para penghuji jeruji besi itu. Dia bahkan rela mati jikalau uang yang digunakan untuk menyembuhkannya adalah hasil korupsi. Aku pun menggenggam erat petuah ibuku itu.

Hari ini jadwalku untuk membesuk ibu di rumah sakit. Aku ingin mengetahui kondisi terakhirnya ketika ia telah divonis menderita penyakit kanker payudara. Aku sangat kasihan ketika harus melihat ia terus menyeret penderitaanya hingga ke ruang perawatan. Apalagi dia adalah satu-satunya keluarga yang kumiliki karena anak tunggal dan ayah telah meninggal lama karena kanker otak. Sementara sanak saudara lainnya entah ke mana perginya.

“Pak, Ibu Ambar itu ibu Anda?” tanya seorang dokter pria berpakaian seragam putih rapi bersih ketika melihat aku berjalan menuju ruang ibuku dengan tergesa-gesa. Ya, dia pasti sudah tahu karena aku telah sering mengunjungi ibuku sejak masuk seminggu kemarin.
“Benar. Bagaimana kondisinya sekarang?”
“Begini Pak, ibu Anda harus segera dioperasi karena kondisinya makin kesini makin tak karuan. Jika tidak segera dilakukan,” dokter itu diam sejenak dan aku menahan napas khawatir pada ibu. “Saya khawatir ibu Anda tak akan selamat,”

Aku mendesah. Menundukkan kepala. Aku tak tahu harus bagaimana. Mengingat biaya operasi itu sangatlah mahal. Tak cukup meski terus kukorek kantongku sedalam-dalamnya. Aku hanya seorang pegawai biasa yang bergaji minim. Membiayai ibu masuk ke rumah sakit tanpa operasi saja terasa sudah berat. Hmmm, Akhhhh.

“Dok, nanti aku hubungi lagi soal biaya operasinya,” kataku lalu segera berjalan menuju ruang perawatan ibuku.

Sehabis dari menjenguk ibu. Segera kutinggalkan rumah sakit menuju kantor. Ketika tiba, seorang pria berperawakan rendah, badan gemuk besar dan dengan kumis tebalnya merangkai di atas bibir berdiri di depan pintu tempat kerjaku.

“Pak, ada yang bisa saya bantu?” tanyaku segera menghampirinya dan menyuruh masuk dan duduk.

Ia pun duduk di atas kursi yang telah tersedia di depan meja kerjaku. Tubuhnya lalu merasuk ke dalam kursi itu. Karena badan besar yang dimilikinya membuat kancing bawah kemejanya terlepas. Aku tersenyum kecil tapi tetap bersikap hormat padanya.

Dia menghela napas dan mengambil ancang-ancang untuk berbicara. “Pak, saya butuh surat tanah itu dikerjakan secepatnya. Seseorang yang mengaku pemilik tanah itu ingin menggusurku. Jadi, kalau perlu saya akan tambahkan beberapa uang,” ungkapnya dan menyodorkan amplop putih tebal ke atas meja.

Penasaran dengan kelanjutan ceritanya? Ayo baca selengkanya di ~> http://justangzealotous.blogspot.com/2013/08/cerpen-petuah-pada-korupsi.html